Sabtu, 10 September 2022

Kembalikan Aku Seperti Sebelum Mengenal Dirimu

Review Buku:



Tentang cerita yang sudah lama selesai; Ia masih tersimpan rapi di sudut hati seseorang. Tidak pernah dia hapus, namun juga tidak pernah berani dia buka. 


Dia letakkan segalanya di sana hingga berdebu dan usang. Bila harus hilang, biarlah hilang tanpa dipaksa. Bila harus lenyap, biarlah lenyap tanpa membekaskan luka. 

Dan tentang kau yang pernah menjadi tokoh utama; Terkadang, ada harap untuk kembali berjumpa, ada harap untuk kembali mengulang kisah yang lama, ada harap untuk kembali seperti sedia kala. Tapi, semua hanyalah harapan yang tidak mungkin menjadi kenyataan; 

Kau telah menulis ceritamu bersama orang lain. Iya, hatiku pernah seakan diguyur hujan paling deras saat melihatmu melangkahkan kaki, hatiku pernah seakan teriris pisau paling tajam saat merasakan ditinggal karena terganti, hatiku pernah seakan ditancap duri paling dalam saat kau memintaku untuk jangan menanti. 

Dan, untuk pernah-pernah yang tak akan pernah lagi aku ulangi; Aku sadar, sekuat apapun aku mempertahankan, yang ditakdirkan hilang, akan tetap hilang. 

Seerat apapun aku berusaha menggenggam, yang ditakdirkan lepas, akan tetap lepas. Selama apapun aku menanti, yang ditakdirkan tidak kembali, akan tetap tidak kembali. 

Dulu, Jika aku merasa sedih, kau yang selalu ada membuatku tertawa. 

Dulu, jika aku merasa kacau, kau yang selalu ada membuatku damai. 

Dulu, jika aku merasa kosong, kau yang selalu ada membuatku penuh. 

Kini, aku harus belajar untuk menciptakan tawa sendiri, aku harus belajar mendamaikan hati sendiri, aku harus belajar memenuhi diri sendiri. 

Maafkan aku karena terlalu ingin memiliki, maafkan aku karena merasa paling dilukai, maafkan aku karena terlintas rasa membenci. 

Aku tidak tahu badai apa yang menerjangmu di sana, aku tidak tahu luka apa yang kau coba sembuhkan di sana, aku tidak tahu sebanyak apa air mata yang kau coba hapus dan sembunyikan di sana.

Mungkin, badaimu lebih hebat dari badai yang menerjangku di sini. 
Mungkin, lukamu lebih dalam dari luka yang menggoresku di sini. 
Mungkin, air matamu lebih banyak dari air mataku yang mengalir di sini. 
Namun, jangan pernah bertanya seikhlas apa aku, jangan pernah bertanya serela apa aku, jangan pernah bertanya semampu apa aku. butuh ratusan luka yang aku sembuhkan setiap hari, butuh puluhan kali aku menghapus dan menulis kembali tulisan ini, sebelum akhirnya kukuatkan hati menerima kenyataan dirimu telah pergi. . . . . . 

Dalam buku; Kembalikan Aku Seperti Sebelum Mengenal Cinta

Jumat, 09 September 2022

2.1.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 2.1

 

gambar ilustrasi sumber: kompas.com

Pembelajaran Diferensiasi dan Penerapannya

    Ditulis Oleh : Budi Idris S.Pd

CGP Angkatan Ke 5 dari Kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara

Asal Sekolah: SMA Negeri 2 Kotapinang

 

Kemampuan mendiagnosis kebutuhan siswa menjadi keterampilan yang harus dimiliki guru, maka perbaikan sistem pendidikan dimulai dengan kemampuan guru mengakomodir kebutuhan belajar siswa. Keberhasilan proses pembelajaran di kelas di pengaruhi oleh kemampuan guru memberikan metode atau cara-cara yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran, Pelajaran Berdiferensiasi menjadi salah satu pilihan yang bisa diterapkan guru dalam pembelajaran.  

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar.

Ciri-ciri atau kerekteristik pembelajaran berdiferensiasi antara lain; lingkungan belajar memberikan kenyamanan kepada murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang di fahami dan didefinisikan secara jelas, terdapat penilaian berkesinambungan, guru peduli dan merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif.

Contoh kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah ketika proses pembelajaran guru menggunakan beragam cara agar murid dapat mengeksploitasi isi kurikulum, guru juga memberikan beragam kegiatan yang masuk akal sehingga murid dapat mengerti dan memiliki informasi atau ide, serta guru memberikan beragam pilihan di mana murid dapat mendemonstrasikan apa yang mereka pelajari.

Contoh kelas yang belum menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah guru lebih memaksakan kehendaknya sendiri. Guru tidak memahami minat, dan keinginan murid. Kebutuhan belajar murid tidak semuanya terpenuhi karena ketika proses pembelajaran menggunakan satu cara yang menurut guru sudah baik, guru tidak memberikan beragam kegiatan dan beragam pilihan.

Guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, harus memperhatikan hal-hal berikut:

1.     Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau survey menggunakan angket, dll)

2.     Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan (memberikan berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar)

3.     Mengevaluasi dan erefleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.

Diagnosis kebutuhan belajar merupakan kunci pokok seorang guru untuk dapat menentukan langkah selanjutnya. Jika hasil diagnosis kita tidak akurat maka rencana pembelajaran dan tindakan yang kita buat dan lakukan akan menjadi kurang tepat. Untuk memetakan kebutuhan belajar murid kita juga memerlukan data yang akurat baik dari murid, orang tua/wali, maupun dari lingkungannya.

Dukungan dari orang tua dan murid sangat diperlukan dalam hal untuk memberikan data yang lengkap dan benar sesuai kenyataan yang ada. Kiranya jangan ada manipulasi data yang diberikan, Orang tua dan murid harus jujur ketika guru melakukan pemetaan kebutuhan belajar, baik melalui wawancara, angket, survey, dan lain-lain.

Terdapat tiga strategi diferensiasi diantaranya;

1.     Direfensiasi konten

Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan terhadapa kesiapan, minat, dan profil belajar murid maupun kombinasi dari ketiganya.

Guru perlu menyediakan bahan dan alat sesuai dengan kebutuhan belajar murid.

2.     Diferensiasi proses

Proses mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai apa yang dipelajari.

 

Diferensiasi proses dapat dilakukan dengan cara:

a. Menggunakan kegiatan berjenjang

b. Meyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan yang perlu    diselesaikan di sudut-sudut minat,

c. Membuat agenda individual untuk murid (daftar tugas, memvariasikan lama waktu yang murid dapat ambil untuk menyelesaikan tugas,

d. Mengembangkan kegiatan bervariasi 

 

3. Diferensiasi produk

Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan murid kepada kita (karangan, pidato, rekaman, doagram) atau sesuatu yang ada wujudnya.

Produk yang diberikan meliputi 2 hal:

a.  Memberikan tantangan dan keragaman atau variasi,

b.  Memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan.

 

Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan memberikan dampak bagi sekolah, kelas, dan terutama kepada murid. Setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua murid bisa kita beri perlakuan yang sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan murid maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan berkembang belajarnya.

Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi antara lain; setiap orang merasa disambut dengan baik, murid dengan berbagai karakteristik merasa dihargai, merasa aman, ada harapan bagi pertumbuhan, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk nyata, guru dan murid berkolaborasi, kebutuhan belajar murid terfasilitasi dan terlayani dengan baik. Dari beberapa dampak tersebut diharapkan akan tercapai hasil belajar yang optimal.

Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi tentunya kita sebagai guru akan mengalami berbagai tantangan dan hambatan. Guru harus tetap dapat bersikap positif, Untuk tetap dapat bersikap positif meskipun banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi, adapun sikap positif kita:

1.     Terus belajar dan berbagi pengalaman dengan teman sejawat lainnya yang mempunyai masalah yang sama dengan kita (membentuk Learning Community)   

2.     Saling mendukung dan memberi semangat dengan sesama teman sejawat.

3.     Menerapkan apa yang sudah kita peroleh dan bisa kita terapkan meskipun belum maksimal.

4.     Terus berusaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran yang sudah diterapkan  

Pembelajaran berdiferensiasi sangat berkaitan dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, visi guru penggerak, serta budaya positif. Salah satu filosofi pendidkan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sistem “pamong”, guru harus dapat menuntun murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, hal ini sangat sesuai dengan pembelajaran berdiferensiasi.

Salah satu nilai dan peran guru penggerak adalah menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada murid, yaitu pembelajaran yang memerdekakan pemikiran dan potensi murid. Hal tersebut sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Salah satu visi guru penggerak adalah mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar pancasila, untuk mewujudkan visi tersebut salah satu caranya adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Budaya positif juga harus kita bangun agar dapat mendukung pembelajaran berdirensiasi.  

Akhirnya mari terus meningkatkan kompetensi kita sebagai guru terlebih bagi guru penggerak yang akan menggerakkan perubahan pendidikan yang positif kearah yang lebih baik menuju pendidikan berkualitas di negeri ini, amin.

Jumat, 02 September 2022

AKSI NYATA MODUL 1.4.a.8. KONEKSI ANTAR MATERI

    

sumber gambar ilustrasi: kompas.com

BUDAYA POSITIF

MENANAMKAN NILAI BERIMAN, BERTAKWA KEPADA TUHAN YME DAN BERAKHLAK MULIA SEBAGAI BUDAYA POSITIF

Ditulis Oleh : Budi Idris S.Pd

CGP Angkatan Ke 5 dari Kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara

SMA Negeri 2 Kotapinang

 

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini kecanggihan Teknologi dan kebebasan berinteraksi melalui media sosial yang dimiliki anak menyebabkan kita sebagai guru atau pendidik dihadapkan pada permasalahan krisis moral anak bangsa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari generasi muda saat ini khususnya usia pelajar ada kecenderungan lebih banyak menghabiskan waktu dengan melihat media sosial konten-konten yang ada tanpa melihat baik dan buruknya konten tersebut. Sehingga begitu banyak anak remaja yang terjebak mencontoh apa yang dia lihat di berbagai media sosial yang dia bisa akses seperti mencontoh budaya dari luar negeri yang terkadang bertentangan dengan budaya kita sebagai orang timur yang mengedepankan akhlak dan sopan santun. Hal ini berdampak terhadap perkembangan karakter anak. Untuk itu, kita sebagai pendidik perlu menerapkan kembali budaya positif pada anak di lingkungan sekolah agar nantinya mereka mampu menyaring dampak negatif yang ditimbulkan dari melihat konten berbagai media sosial yang ada saat ini.

Sekolah menjadi tempat memunculkan Budaya positif terhadap seluruh warga sekolah, sekolah harus menerapkan nilai-nilai, keyakinan dan asumsi dasar yang tumbuh dan berkembang dan diyakini seluruh warga sekolah. Budaya positif tersebut berisi kebiasaan-kebiasaan yang sudah disepakati bersama dan dijalankan dalam waktu yang lama dengan memperhatikan kodrat anak dalam hal ini kodrat alam dan kodrat zaman serta keberpihakan pada anak. Beberapa nilai dari beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia yang dapat diintegrasikan di sekolah adalah pembiasaan salam, senyum, sapa, sopan santun penghormatan, penghargaan dan keberkahan. Seperti setiap siswa menyalami guru saat masuk dan pulang sekolah memiliki berbagai makna filosofis seperti penghormatan “mencium punggung tangan”, penghargaan “mencium telapak tangan” dan keberkahan “menaruh tangan di atas kepala murid”. Melakukan pembiasaan do’a sebelum dan sesudah pembelajaran serta kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.

keberhasilan menanamkan budaya positif di sekolah, peran guru begitu sangat  penting yaitu posisi kontrol guru sebagai manajer dalam menerapkan budaya positif. Guru juga berperan sebagai motivator dan inspirator dalam menumbuhkan budaya positif sehingga nantinya guru akan menjadi “ing ngarso sung tulodho” dan menjadi agen transformasi perubahan untuk mewujudkan murid yang memiliki karakter profil pelajar Pancasila. Dalam menciptakan budaya positif, guru tentunya harus bekerjasama dengan warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah, rekan-rekan guru dan juga murid serta melibatkan orangtua dan masyarakat sekitar. Adanya kolaborasi antara pihak sekolah dengan masyarakat dalam menjalankan budaya positif dapat menciptakan karakter murid yang memiliki nilai-nilai profil pelajar Pancasila.

1.2 DESKRIPSI AKSI NYATA

TUJUAN

a. Mendidik siswa untuk melakukan pembiasaan senyum salam sapa dan sopan santun serta (penghormatan, pengahargaan dan keberkahan)

b. Menumbuhkan kebiasaan do’a saat awal pembelajaran serta saat akan ingin pulang sekolah

c. Mendidik dan menumbuhkan kebiasaan sholat zuhur berjamaah di sekolah

d. Menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan tersebut bukan hanya di sekolah melainkan di rumah dan di lingkungan masyarakat

TOLOK UKUR

Mewujudkan siswa yang memiliki karakater nilai beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia sebagai bentuk budaya positif di sekolah

LINIMASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN

Adapun rincian dari tindakan aksi nyata yang dilakukan adalah:

MINGGU I

Meminta izin dan dukungan kepada kepala sekolah terkait aksi nyata yang akan dilakukan

MINGGU II

Mensosialisasikan kepada rekan-rekan guru dan siswa tentang kegiatan aksi nyata

MINGGU III

Membimbing siswa dalam penerapan aksi nyata

MINGGU IV

Menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan dalam aksi nyata menjadi pembiasaan budaya positif di sekolah

DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN

Untuk kelancaran dari tindakan aksi nyata yang dilakukan terkait penerapan nilai beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia sebgai bentuk budaya positif di sekolah pastinya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak yaitu kepala sekolah, rekan-rekan guru, murid, dan orang tua serta sarana dan prasarana sekolah

1.3 HASIL AKSI NYATA

Adapun hasil aksi nyata dari kegiatan tersebut adalah:

a. Siswa secara sadar melakukan pembiasaan senyum, salam, sapa, sopan dan santun.

b. Siswa membudayakan do’a bersama sebelum belajar dan saat sebelum pulang

c. Siswa mebudayakan sholat zuhur berjamaahdi sekolah dan membiasakan shalat berjmaah di rumah

1.4 KEGAGALAN DAN KEBERHASILAN

KEGAGALAN

Motivasi intrinsik dari beberapa siswa untuk sadar dan tergerak sendiri dalam melakukan pembiasaan-pembiasaan pada kegiatan aksi nyata

KEBERHASILAN

Mampu menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan pada siswa sehingga menjadi sebuah pembiasaan dan akhirnya menjadi budaya positif bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat

1.5 RENCANA PERBAIKAN DI MASA MENDATANG

Terus menggerakkan rekan-rekan guru untuk menerapkan posisi kontrol dalam menumbuhkan motivasi intrinsik siswa dan menciptakan budaya positif di sekolah serta terus membangun kolaborasi demi terwujudnya budaya positif

Kamis, 01 September 2022

Budaya Positif

 

gambar ilustrasi sumber kompas.com

Kesimpulan modul 1.4 

Oleh : Budi Idris S.Pd

Calon Guru Penggerak Angkatan Ke 5

Budaya Positif menjadi salah satu elemen penting bagi sekolah untuk perbaikan kualitas pendidikan. Cerminan keberhasilan sebuah sekolah menjadi tempat terbaik dalam proses pendidikan terlihat dari bagaimana budaya positif yang berkembang dan dilakukan seluruh warga sekolah. Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Wujud nyata Budaya Positif di sekolah mencerminkan nilai-nilai yang baik perilaku, tradisi atau kebiasaan keseharian yang dilakukan setiap warga sekolah.

Budaya positif di sekolah sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan seluruh warga sekolah antara lain: Kepala Sekolah, rekan guru, murid dan orang tua serta lembaga kemasyarakatan yang berhubungan dengan sekolah. Keberhasilan sekolah menciptakan Budaya Positif tergantung dari adanya kolaborasi yang baik dari seluruh kekuatan yang ada baik dari dalam maupun dari luar sekolah.

Contoh nyata budaya positif yang sudah dilakukan di sekolah seperti membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, menghormati guru, budaya senyum salam sapa dan sopan santun dan berbagai budaya positif lainnya, keseluruhan budaya positif tersebut memiliki makna dan nilai-nilai kebaikan  yang tertuang di dalam profil pelajar pancasila, seperti beriman dan berakhlak mulia, mandiri, berpikir kritis, berkhibinekaan global, gotong royong dan kreatif.

Budaya positif yang di terapkan disekolah wujud nyata gerakan perubahan pendidikan yang dimulai dari unit terkecil yaitu sekolah, namun perubahan serta perbaikan pendidikan akan semakin cepat terwujud jika penerapan budaya positif di padukan dengan berbagai kegiatan yang tertuang di dalam pelatihan guru penggerak yang terdapat pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3.

pada modul 1.1 kita sebagai calon guru penggerak akan di ajak untuk memahami Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Ini menjadi hal mendasar bagi guru penggerak untuk menjadi agen perubahan transformasi pendidikan di sekolah. poin penting dari materi modul 1.1 ini dimana kita akan melihat apa sebenarnya tujuan pendidikan,  Menurut Ki Hajar Dewantara Tujuan Pendidikan yaitu Menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka mencapai segala keselamatan dan kebahagian baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Maka dari itu seorang pendidik atau guru hanya hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan lahir dan bathin pada anak. Kita hanya dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Guru ibarat petani yang menanam tanaman, tidak bisa merubah apa yang menjadi kodrat tanaman jika ditanam padi akan tumbuh padi, jika di tanam jagung akan tumbuh jagung, petani hanya bisa merawat tanaman agar tumbuh menjadi baik dan akhirnya dapat di panen. Begitulah juga seorang anak tumbuh dan berkembang sesuai  kodratnya namun butuh tuntunan agar menjadi baik dalam meraih impian dan masa depannya.

Budaya positif di sekolah merupakan merupakan merupakan perwujudan visi guru penggerak. Visi guru penggerak bergantung dari keberhasilan Budaya positif yang dikembangkan pada puncaknya lahirlah visi sekolah. Yaitu “Terwujudnya merdeka belajar dan murid yang berprofil pelajar Pancasila”. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari luar maupun dari dalam sekolah (pemetaan kekuatan). Dalam hal ini dapat dilakukan melalui suatu pendekatan yaitu pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, Atur eksekusi). Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif.

Peran guru penggerak sebagai agen perubahan sangat begitu penting menjadi sebuah keharusan untuk terus menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah, ada beberapa cara yang bisa dilakukan seorang guru penggerak untuk menjadi garda terdepan perubahan pendidikan kearah yang lebih baik diantaranya:

Guru penggerak harus mampu menjadi teladan

Memberikan contoh terbaik adalah dengan cara melakukan, berbuat dan bersikap baik menjadi cara yang harus dilakukan seorang guru penggerak, penting sekali menjalin kolaborasi dengan rekan guru lain dan seluruh warga sekolah dalam melaksanakan budaya positif.

Menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah

Perubahan nyata akan terjadi jika seorang guru penggerak mampu menggerakkan rekan sejawat, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menggerakkan rekan sejawat, Menjadi coach bagi guru lain serta mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran yang berpihak pada murid, mungkin bisa kita lakukan. Mensosialisasikan dan berkolaborasi dengan rekan guru serta Kepala Sekolah Penuh kesabaran, keuletan, dan positif thinking terhadap penolakan ide dan pelanggaran

Terus melakukan refleksi dan perbaikan

Setiap pengalaman baik maupun buruk menjadi hal yang bisa kita jadikan pelajaran untuk memperbaiki setiap apa yang ingin kita lakukan dimasa yang akan datang. Refleksi diri berkaca dari setiap pengalaman mungkin bisa menjadi cara terbaik untuk memperbaiki diri dalam menjalani kehidupan tentunya dengan mendapatkan apa yang menjadi impian kita.

Semoga penerapan budaya positif di sekolah hasil kolaborasi pemahaman kita dalam pendidikan guru penggerak kiranya menjadi langkah awal untuk menuju perubahan pendidikan kearah yang lebih baik, dimulai dari sekolah masing-masing dari guru penggerak sendiri. selanjutnya harapan kita bersama penerapan apa yang sudah di fahami dari pendidikan guru penggerak seperti budaya positif di sekolah bisa di aplikasikan dan berkesinambungan pada puncaknya kita nantinya akan melihat pendidikan Indonesia yang jauh lebih baik dari saat ini.

salam