Sabtu, 10 September 2022
Kembalikan Aku Seperti Sebelum Mengenal Dirimu
Jumat, 09 September 2022
2.1.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 2.1
gambar ilustrasi sumber: kompas.com |
Pembelajaran Diferensiasi dan Penerapannya
Ditulis Oleh : Budi Idris S.Pd
CGP Angkatan Ke 5
dari Kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara
Asal Sekolah: SMA
Negeri 2 Kotapinang
Kemampuan mendiagnosis kebutuhan siswa menjadi
keterampilan yang harus dimiliki guru, maka perbaikan sistem pendidikan dimulai
dengan kemampuan guru mengakomodir kebutuhan belajar siswa. Keberhasilan proses
pembelajaran di kelas di pengaruhi oleh kemampuan guru memberikan metode atau
cara-cara yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran, Pelajaran
Berdiferensiasi menjadi salah satu pilihan yang bisa diterapkan guru dalam
pembelajaran.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang
mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan
kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,
sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya
akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran
dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid,
maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang
pintar.
Ciri-ciri atau kerekteristik pembelajaran
berdiferensiasi antara lain; lingkungan belajar memberikan kenyamanan kepada
murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang di fahami dan
didefinisikan secara jelas, terdapat penilaian berkesinambungan, guru peduli dan
merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif.
Contoh kelas yang menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi adalah ketika proses pembelajaran guru menggunakan beragam cara
agar murid dapat mengeksploitasi isi kurikulum, guru juga memberikan beragam kegiatan
yang masuk akal sehingga murid dapat mengerti dan memiliki informasi atau ide,
serta guru memberikan beragam pilihan di mana murid dapat mendemonstrasikan apa
yang mereka pelajari.
Contoh kelas yang belum menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi adalah guru lebih memaksakan kehendaknya sendiri. Guru tidak
memahami minat, dan keinginan murid. Kebutuhan belajar murid tidak semuanya terpenuhi
karena ketika proses pembelajaran menggunakan satu cara yang menurut guru sudah
baik, guru tidak memberikan beragam kegiatan dan beragam pilihan.
Guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1.
Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu:
kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan
melalui wawancara, observasi, atau survey menggunakan angket, dll)
2.
Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan
(memberikan berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar)
3.
Mengevaluasi dan erefleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.
Diagnosis kebutuhan belajar merupakan kunci pokok seorang
guru untuk dapat menentukan langkah selanjutnya. Jika hasil diagnosis kita
tidak akurat maka rencana pembelajaran dan tindakan yang kita buat dan lakukan
akan menjadi kurang tepat. Untuk memetakan kebutuhan belajar murid kita juga
memerlukan data yang akurat baik dari murid, orang tua/wali, maupun dari
lingkungannya.
Dukungan dari orang tua dan murid sangat diperlukan
dalam hal untuk memberikan data yang lengkap dan benar sesuai kenyataan yang
ada. Kiranya jangan ada manipulasi data yang diberikan, Orang tua dan murid
harus jujur ketika guru melakukan pemetaan kebutuhan belajar, baik melalui
wawancara, angket, survey, dan lain-lain.
Terdapat tiga strategi diferensiasi diantaranya;
1. Direfensiasi konten
Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid.
Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan terhadapa kesiapan, minat, dan profil
belajar murid maupun kombinasi dari ketiganya.
Guru perlu menyediakan bahan dan alat sesuai dengan kebutuhan belajar
murid.
2. Diferensiasi proses
Proses mengacu pada bagaimana murid akan
memahami atau memaknai apa yang dipelajari.
Diferensiasi proses dapat dilakukan dengan cara:
a. Menggunakan kegiatan berjenjang
b. Meyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan
yang perlu diselesaikan di sudut-sudut
minat,
c. Membuat agenda individual untuk murid (daftar
tugas, memvariasikan lama waktu yang murid dapat ambil untuk menyelesaikan
tugas,
d. Mengembangkan kegiatan bervariasi
3. Diferensiasi
produk
Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang
harus ditunjukkan murid kepada kita (karangan, pidato, rekaman, doagram) atau
sesuatu yang ada wujudnya.
Produk yang diberikan meliputi 2 hal:
a. Memberikan tantangan dan keragaman atau
variasi,
b. Memberikan murid pilihan bagaimana
mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan.
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan memberikan
dampak bagi sekolah, kelas, dan terutama kepada murid. Setiap murid memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua murid bisa kita beri perlakuan
yang sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan murid
maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan berkembang
belajarnya.
Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi antara lain; setiap orang merasa disambut dengan baik, murid
dengan berbagai karakteristik merasa dihargai, merasa aman, ada harapan bagi pertumbuhan,
guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk nyata, guru
dan murid berkolaborasi, kebutuhan belajar murid terfasilitasi dan terlayani
dengan baik. Dari beberapa dampak tersebut diharapkan akan tercapai hasil
belajar yang optimal.
Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi tentunya
kita sebagai guru akan mengalami berbagai tantangan dan hambatan. Guru harus
tetap dapat bersikap positif, Untuk tetap dapat bersikap positif meskipun
banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi, adapun sikap
positif kita:
1.
Terus belajar dan berbagi pengalaman dengan teman sejawat lainnya yang
mempunyai masalah yang sama dengan kita (membentuk Learning Community)
2.
Saling mendukung dan memberi semangat dengan sesama teman sejawat.
3.
Menerapkan apa yang sudah kita peroleh dan bisa kita terapkan meskipun
belum maksimal.
4.
Terus berusaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran yang
sudah diterapkan
Pembelajaran berdiferensiasi sangat berkaitan dengan
filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak,
visi guru penggerak, serta budaya positif. Salah satu filosofi pendidkan
menurut Ki Hajar Dewantara adalah sistem “pamong”, guru harus dapat menuntun
murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, hal ini sangat sesuai dengan
pembelajaran berdiferensiasi.
Salah satu nilai dan peran guru penggerak adalah
menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada murid, yaitu pembelajaran yang
memerdekakan pemikiran dan potensi murid. Hal tersebut sejalan dengan pembelajaran
berdiferensiasi. Salah satu visi guru penggerak adalah mewujudkan merdeka
belajar dan profil pelajar pancasila, untuk mewujudkan visi tersebut salah satu
caranya adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
Budaya positif juga harus kita bangun agar dapat
mendukung pembelajaran berdirensiasi.
Akhirnya mari terus meningkatkan kompetensi kita
sebagai guru terlebih bagi guru penggerak yang akan menggerakkan perubahan pendidikan
yang positif kearah yang lebih baik menuju pendidikan berkualitas di negeri
ini, amin.
Jumat, 02 September 2022
AKSI NYATA MODUL 1.4.a.8. KONEKSI ANTAR MATERI
sumber gambar ilustrasi: kompas.com |
BUDAYA POSITIF
MENANAMKAN
NILAI BERIMAN, BERTAKWA KEPADA TUHAN YME DAN BERAKHLAK MULIA SEBAGAI BUDAYA
POSITIF
Ditulis Oleh : Budi
Idris S.Pd
CGP Angkatan Ke 5 dari Kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara
SMA Negeri 2 Kotapinang
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini kecanggihan
Teknologi dan kebebasan berinteraksi melalui media sosial yang dimiliki anak
menyebabkan kita sebagai guru atau pendidik dihadapkan pada permasalahan krisis
moral anak bangsa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari generasi muda
saat ini khususnya usia pelajar ada kecenderungan lebih banyak menghabiskan
waktu dengan melihat media sosial konten-konten yang ada tanpa melihat baik dan
buruknya konten tersebut. Sehingga begitu banyak anak remaja yang terjebak
mencontoh apa yang dia lihat di berbagai media sosial yang dia bisa akses
seperti mencontoh budaya dari luar negeri yang terkadang bertentangan dengan
budaya kita sebagai orang timur yang mengedepankan akhlak dan sopan santun. Hal
ini berdampak terhadap perkembangan karakter anak. Untuk itu, kita sebagai
pendidik perlu menerapkan kembali budaya positif pada anak di lingkungan
sekolah agar nantinya mereka mampu menyaring dampak negatif yang ditimbulkan
dari melihat konten berbagai media sosial yang ada saat ini.
Sekolah menjadi tempat memunculkan Budaya positif terhadap seluruh warga sekolah, sekolah harus menerapkan nilai-nilai, keyakinan dan asumsi dasar yang tumbuh dan berkembang dan diyakini seluruh warga sekolah. Budaya positif tersebut berisi kebiasaan-kebiasaan yang sudah disepakati bersama dan dijalankan dalam waktu yang lama dengan memperhatikan kodrat anak dalam hal ini kodrat alam dan kodrat zaman serta keberpihakan pada anak. Beberapa nilai dari beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia yang dapat diintegrasikan di sekolah adalah pembiasaan salam, senyum, sapa, sopan santun penghormatan, penghargaan dan keberkahan. Seperti setiap siswa menyalami guru saat masuk dan pulang sekolah memiliki berbagai makna filosofis seperti penghormatan “mencium punggung tangan”, penghargaan “mencium telapak tangan” dan keberkahan “menaruh tangan di atas kepala murid”. Melakukan pembiasaan do’a sebelum dan sesudah pembelajaran serta kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
keberhasilan
menanamkan budaya positif di sekolah, peran guru begitu sangat penting yaitu posisi kontrol guru sebagai
manajer dalam menerapkan budaya positif. Guru juga berperan sebagai motivator
dan inspirator dalam menumbuhkan budaya positif sehingga nantinya guru akan
menjadi “ing ngarso sung tulodho” dan menjadi agen transformasi perubahan untuk
mewujudkan murid yang memiliki karakter profil pelajar Pancasila. Dalam
menciptakan budaya positif, guru tentunya harus bekerjasama dengan warga
sekolah dalam hal ini kepala sekolah, rekan-rekan guru dan juga murid serta
melibatkan orangtua dan masyarakat sekitar. Adanya kolaborasi antara pihak
sekolah dengan masyarakat dalam menjalankan budaya positif dapat menciptakan
karakter murid yang memiliki nilai-nilai profil pelajar Pancasila.
1.2 DESKRIPSI AKSI
NYATA
TUJUAN
a. Mendidik siswa
untuk melakukan pembiasaan senyum salam sapa dan sopan santun serta (penghormatan,
pengahargaan dan keberkahan)
b. Menumbuhkan kebiasaan
do’a saat awal pembelajaran serta saat akan ingin pulang sekolah
c. Mendidik dan menumbuhkan kebiasaan
sholat zuhur berjamaah di sekolah
d. Menumbuhkan
kebiasaan-kebiasaan tersebut bukan hanya di sekolah melainkan di rumah dan di
lingkungan masyarakat
TOLOK UKUR
Mewujudkan siswa yang memiliki karakater nilai beriman, bertakwa kepada
Tuhan YME dan berakhlak mulia sebagai bentuk budaya positif di sekolah
LINIMASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
Adapun rincian dari tindakan aksi nyata yang dilakukan adalah:
MINGGU I
Meminta izin dan dukungan kepada kepala sekolah terkait aksi nyata yang
akan dilakukan
MINGGU II
Mensosialisasikan kepada rekan-rekan guru dan siswa tentang kegiatan aksi
nyata
MINGGU III
Membimbing siswa dalam penerapan aksi nyata
MINGGU IV
Menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan dalam aksi nyata menjadi pembiasaan budaya
positif di sekolah
DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN
Untuk kelancaran dari tindakan aksi nyata yang dilakukan terkait penerapan
nilai beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia sebgai bentuk
budaya positif di sekolah pastinya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak
yaitu kepala sekolah, rekan-rekan guru, murid, dan orang tua serta sarana dan
prasarana sekolah
1.3 HASIL AKSI NYATA
Adapun hasil aksi nyata dari kegiatan tersebut adalah:
a. Siswa secara sadar
melakukan pembiasaan senyum, salam, sapa, sopan dan santun.
b. Siswa membudayakan do’a bersama sebelum belajar dan saat sebelum pulang
c. Siswa mebudayakan
sholat zuhur berjamaahdi sekolah dan membiasakan shalat berjmaah di rumah
1.4 KEGAGALAN DAN
KEBERHASILAN
KEGAGALAN
Motivasi intrinsik dari beberapa siswa untuk sadar dan
tergerak sendiri dalam melakukan pembiasaan-pembiasaan pada kegiatan aksi nyata
KEBERHASILAN
Mampu menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan pada siswa
sehingga menjadi sebuah pembiasaan dan akhirnya menjadi budaya positif bukan
hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat
1.5 RENCANA PERBAIKAN
DI MASA MENDATANG
Kamis, 01 September 2022
Budaya Positif
gambar ilustrasi sumber kompas.com |
Kesimpulan modul 1.4
Oleh : Budi Idris S.Pd
Calon Guru Penggerak Angkatan Ke 5
Budaya Positif menjadi salah satu
elemen penting bagi sekolah untuk perbaikan kualitas pendidikan. Cerminan
keberhasilan sebuah sekolah menjadi tempat terbaik dalam proses pendidikan
terlihat dari bagaimana budaya positif yang berkembang dan dilakukan seluruh
warga sekolah. Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan
universal yang diterapkan di sekolah. Wujud nyata Budaya Positif di sekolah
mencerminkan nilai-nilai yang baik perilaku, tradisi atau kebiasaan keseharian
yang dilakukan setiap warga sekolah.
Budaya positif di sekolah sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan seluruh warga sekolah antara lain: Kepala Sekolah, rekan guru, murid dan orang tua serta lembaga kemasyarakatan yang berhubungan dengan sekolah. Keberhasilan sekolah menciptakan Budaya Positif tergantung dari adanya kolaborasi yang baik dari seluruh kekuatan yang ada baik dari dalam maupun dari luar sekolah.
Contoh nyata budaya positif yang sudah dilakukan di sekolah seperti membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, menghormati guru, budaya senyum salam sapa dan sopan santun dan berbagai budaya positif lainnya, keseluruhan budaya positif tersebut memiliki makna dan nilai-nilai kebaikan yang tertuang di dalam profil pelajar pancasila, seperti beriman dan berakhlak mulia, mandiri, berpikir kritis, berkhibinekaan global, gotong royong dan kreatif.
Budaya positif yang di terapkan disekolah wujud nyata gerakan perubahan pendidikan yang dimulai dari unit terkecil yaitu sekolah, namun perubahan serta perbaikan pendidikan akan semakin cepat terwujud jika penerapan budaya positif di padukan dengan berbagai kegiatan yang tertuang di dalam pelatihan guru penggerak yang terdapat pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3.
pada modul 1.1 kita sebagai calon guru penggerak akan di ajak untuk memahami Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Ini menjadi hal mendasar bagi guru penggerak untuk menjadi agen perubahan transformasi pendidikan di sekolah. poin penting dari materi modul 1.1 ini dimana kita akan melihat apa sebenarnya tujuan pendidikan, Menurut Ki Hajar Dewantara Tujuan Pendidikan yaitu Menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka mencapai segala keselamatan dan kebahagian baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Maka dari itu seorang pendidik atau guru hanya hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan lahir dan bathin pada anak. Kita hanya dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Guru ibarat petani yang menanam tanaman, tidak bisa merubah apa yang menjadi kodrat tanaman jika ditanam padi akan tumbuh padi, jika di tanam jagung akan tumbuh jagung, petani hanya bisa merawat tanaman agar tumbuh menjadi baik dan akhirnya dapat di panen. Begitulah juga seorang anak tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya namun butuh tuntunan agar menjadi baik dalam meraih impian dan masa depannya.
Budaya positif di sekolah merupakan merupakan merupakan perwujudan visi guru penggerak. Visi guru penggerak bergantung dari keberhasilan Budaya positif yang dikembangkan pada puncaknya lahirlah visi sekolah. Yaitu “Terwujudnya merdeka belajar dan murid yang berprofil pelajar Pancasila”. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari luar maupun dari dalam sekolah (pemetaan kekuatan). Dalam hal ini dapat dilakukan melalui suatu pendekatan yaitu pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, Atur eksekusi). Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif.
Peran guru penggerak sebagai agen perubahan sangat begitu penting menjadi sebuah keharusan untuk terus menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah, ada beberapa cara yang bisa dilakukan seorang guru penggerak untuk menjadi garda terdepan perubahan pendidikan kearah yang lebih baik diantaranya:
Guru penggerak harus mampu
menjadi teladan
Memberikan contoh terbaik adalah dengan cara melakukan, berbuat dan bersikap baik menjadi cara yang harus dilakukan seorang guru penggerak, penting sekali menjalin kolaborasi dengan rekan guru lain dan seluruh warga sekolah dalam melaksanakan budaya positif.
Menggerakkan komunitas praktisi
yang ada di sekolah
Perubahan nyata akan terjadi jika seorang guru penggerak mampu menggerakkan rekan sejawat, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menggerakkan rekan sejawat, Menjadi coach bagi guru lain serta mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran yang berpihak pada murid, mungkin bisa kita lakukan. Mensosialisasikan dan berkolaborasi dengan rekan guru serta Kepala Sekolah Penuh kesabaran, keuletan, dan positif thinking terhadap penolakan ide dan pelanggaran
Terus melakukan refleksi dan
perbaikan
Setiap pengalaman baik maupun buruk menjadi hal yang bisa kita jadikan pelajaran untuk memperbaiki setiap apa yang ingin kita lakukan dimasa yang akan datang. Refleksi diri berkaca dari setiap pengalaman mungkin bisa menjadi cara terbaik untuk memperbaiki diri dalam menjalani kehidupan tentunya dengan mendapatkan apa yang menjadi impian kita.
Semoga penerapan budaya positif di sekolah hasil kolaborasi pemahaman kita dalam pendidikan guru penggerak kiranya menjadi langkah awal untuk menuju perubahan pendidikan kearah yang lebih baik, dimulai dari sekolah masing-masing dari guru penggerak sendiri. selanjutnya harapan kita bersama penerapan apa yang sudah di fahami dari pendidikan guru penggerak seperti budaya positif di sekolah bisa di aplikasikan dan berkesinambungan pada puncaknya kita nantinya akan melihat pendidikan Indonesia yang jauh lebih baik dari saat ini.
salam
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK
BUDI IDRIS S.Pd, Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara Jurnal Refleksi Dwi tayangan Modul ...
-
"Kamis_menulis Dalam kehidupan kita berkomunikasi dengan orang-orang sekitar kita sudah menjadi satu kewajiban. Begitu beragamnya tempa...
-
Pengalaman adalah guru yang terbaik, belajar dari pengalaman orang yang sudah sukses atau berhasil adalah langkah awal kita meraih kesuksesa...
-
Disekitar tempat saya tinggal banyak lulusan sarjana tapi tidak bekerja, ada juga lulusan Sekolah Dasar tapi bisa jadi pengusaha sukses. Apa...